Pada akhir abad kedelapan hijriah dan pertengahan abad kesembilan
hijriah termasuk masa keemasan para ulama dan terbesar bagi perkembangan
madrasah, perpustakaan dan halaqah ilmu, walaupun terjadi keguncangan
sosial politik. Hal ini karena para penguasa dikala itu memberikan
perhatian besar dengan mengembangkan madrasah-madrasah, perpustakaan dan
memotivasi ulama serta mendukung mereka dengan harta dan jabatan
kedudukan.
Semua ini menjadi sebab berlombanya para ulama dalam menyebarkan ilmu
dengan pengajaran dan menulis karya ilmiah dalam beragam bidang
keilmuan. Pada masa demikian ini muncullah seorang ulama besar yang
namanya harum hingga kini Al-Haafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal
ketika ia berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita.
Ayah beliau meninggal pada bulam rajab 777 H. setelah berhaji dan
mengunjungi Baitulmaqdis dan tinggal di dua tempat tersebut. Waktu itu
Ibnu Hajar ikut bersama ayahnya. Setelah ayahnya meninggal beliau ikut
dan diasuh oleh Az-Zaki Al-Kharubi (kakak tertua ibnu Hajar) sampai sang
pengasuh meninggal.
Hal itu karena sebelum meninggal, sang ayah berwasiat kepada anak
tertuanya yaitu saudagar kaya bernama Abu Bakar Muhammad bin Ali bin
Ahmad Al-Kharubi (wafat tahun 787 H.) untuk menanggung dan membantu
adik-adiknya. Begitu juga sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin
Ibnu Al-Qaththan (wafat tahun 813 H.) karena kedekatannya dengan Ibnu
Hajar kecil.
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu yang menjaga
iffah (menjaga diri dari dosa), sangat berhati-hati, dan mandiri dibawah
kepengasuhan kedua orang tersebut. Zaakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi
memberikan perhatian yang luar biasa dalam memelihara dan memperhatikan
serta mengajari beliau. Dia selalu membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungi
dan tinggal di Makkah hingga ia meninggal dunia tahun 787 H.
Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat
Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Ketika sang pengasuh berhaji
pada tahun 784 H. Ibnu Hajar menyertainya sampai tahun 786 H. hingga
kembali bersama Al-Kharubi ke Mesir. Setelah kembali ke Mesir pada tahun
786 H.
Ibnu Hajar benar-benar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga
ia hafal beberapa kitab-kitab induk seperti Al-‘Umdah Al-Ahkaam karya
Abdulghani Al-Maqdisi, Al-Alfiyah fi Ulum Al-Hadits karya guru beliau
Al-Haafizh Al-Iraqi, Al-Haawi Ash-Shaghi karya Al-Qazwinir, Mukhtashar
ibnu Al-Haajib fi Al-Ushul dan Mulhatu Al-I’rob serta yang lainnya.
Akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al-Hafizh Al-Iraqi yaitu seorang
syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang paling tahu
tentang madzhab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang sempurna dalam
penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar menyertai sang
guru selama sepuluh tahun. Dan dalam sepuluh tahun ini Ibnu Hajar
menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya. Ditangan
syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan
menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan
hadits.
Sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al-Hafizh dan sangat
dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar dengan
guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami, ada juga guru lain beliau yaitu
Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih melihat keseriusan
Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, ia memberi saran untuk perlu juga
mempelajari fikih karena orang akan membutuhkan ilmu itu dan menurut
prediksinya ulama didaerah tersebut akan habis sehingga Ibnu Hajar amat
diperlukan.
Umur 12 tahun Imam Ibnu Hajar menjadi imam shalat Tarawih di Masjidil Haram
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Komentar Dari Saudara:
Posting Komentar