Setelah orang-orang kafir Quraisy menderita kekalahan di perang Badar,
dengan terbunuhnya beberapa tokoh mereka dan sisanya tunggang-langgang
melarikan diri kembali ke Makkah, dan Abu Sofyan tiba di Makkah dengan
kafilah dagangnya, maka Abdullah bin Abi Rabi'ah, 'Ikrimah bin Abi
Jahal, Shafwan bin Umayyah serta beberapa tokoh Quraisy lain yang anak,
bapak dan saudara-saudara mereka tewas menja-di korban dalam perang
Badar, datang menemui Abu Sofyan lalu berbi-cara kepadanya dan kepada
para pedagang Quraisy yang ikut bersama-nya: “Hai orang-orang Quraisy,
sesungguhnya Muhammad telah membi-nasakan kalian serta membunuh
orang-orang terbaik kalian. Maka dari itu, bantulah kami dengan harta
kalian itu untuk memeranginya. Mudah-mudahan kami dapat membalas dendam
atas kematian orang-orang kita!” Abu Sofyan dan orang-orang yang
bersamanya mengabulkan permintaan mereka itu.
Maka orang-orang
kafir Quraisy sepakat memerangi Rasulullah SAW., setelah Abu Sofyan dan
pedagang-pedagang Quraisy lainnya setuju memberi bantuan kepada mereka
dengan mengikut sertakan ahabisy (kabilah-kabilah Arab di luar
kabilah Quraisy yang bergabung dengan orang-orang Quraisy) yang patuh
kepada mereka, antara lain kabilah Kinaanah dan penduduk Tihaamah.
Mereka juga menyertakan istri-istri mereka sebagai jaminan agar mereka
tidak melarikan diri dari medan perang. Abu Sofyan yang bertindak
sebagai komandan perang berangkat bersama istrinya, Hindun binti Utbah.
Ikrimah bin Abi Jahal berangkat bersama istrinya, Ummu Hakim binti
al-Harits bin Hisyam bin Mughirah. al-Harits bin Hisyam bin Mughirah
berangkat bersama istrinya, Fathimah binti al-Walid bin al-Mughirah.
Shafwan bin Umayyah berangkat bersama istrinya, Barzah binti Mas'ud
ats-Tsaqafiyah. Dan ‘Amr bin al-‘Ash berangkat bersama istrinya,
Biriithah binti Munabbih bin al-Hajjaj.
Pasukan Quraisy ini terus
berjalan hingga tiba di dua mata air, tepat-nya di lembah sebuah gunung
bernama Sabkhah, sebuah saluran air di tepi lembah tepat menghadap kota
Madinah. Ketika pasukan Quraisy tiba di tempat tersebut, Rasulullah dan
kaum muslimin mendengar berita kedatangan pasukan itu. Rasulullah
berkata: “Demi Allah, aku tadi meli-hat mimpi yang baik. Aku lihat lembu
milikku disembelih dan kulihat salah satu sisi mata pedangku sumbing.
(Rasulullah berkata: "Adapun lembu itu adalah beberapa orang sahabatku
yang terbunuh. Adapun sumbing yang kulihat pada salah satu sisi mata
pedangku adalah salah seorang dari keluargaku yang terbunuh.")
Dan
kulihat aku memasukkan tanganku ke sebuah baju perang yang kokoh, aku
menakwil baju perang itu adalah kota Madinah. Rasulullah SAW., bersabda
kepada para sahabat: "Jika kalian mau, tetaplah kalian tinggal di
Madinah dan biarkan mereka di tempat persinggahan mereka. Jika mereka
tetap berada di sana, maka tempat itu adalah tempat yang paling jelek.
Dan jika mereka masuk kepada kita (di Madinah), maka kita perangi mereka
di dalamnya." Abdullah bin Ubay bin Salul berpendapat sama dengan
Rasulullah, yakni hendaknya mereka tidak keluar untuk menghadapi kaum
Quraisy.
Sebenarnya Rasulullah SAW., sendiri tidak ingin keluar
dari Madinah untuk menghadapi mereka. Namun beberapa orang dari kaum
muslimin yang dimuliakan oleh Allah untuk gugur sebagai syuhada pada
perang Uhud dan peperangan lainnya yang tidak ikut hadir pada perang
Badar berkata: "Wahai Rasulullah, keluarlah bersama kami untuk
menghadapi musuh, agar mereka tidak melihat kita sebagai orang-orang
yang penge-cut dan tidak memiliki nyali untuk menghadapi mereka."
Abdullah bin Ubay bin Salul berkata: "Wahai Rasulullah, tetaplah anda
tinggal di Madinah dan jangan keluar ke tempat mereka. Demi Allah jika
kita keluar niscaya musuh akan mengalahkan kita. Dan jika mereka masuk
ke tempat kita niscaya kita akan dapat mengalahkan mereka. Biarkan
mereka di tempatnya wahai Rasulullah. Jika mereka tetap berada di sana,
sungguh mereka menetap di tempat yang paling jelek. Jika mereka masuk
Madi-nah, mereka akan diperangi oleh kaum laki-laki dan dilempari batu
oleh para wanita dan anak-anak. Dan jika mereka kembali ke negeri
asalnya, mereka pulang dengan membawa kegagalan seperti ketika mereka
datang."
Para sahabat yang menghendaki pertemuan dengan
orang-orang Quraisy tetap berada di tempat Rasulullah SAW., hingga
beliau masuk dan mengenakan baju besinya. Hari itu hari Jum'at dan
peristiwa itu terjadi ketika beliau selesai mengerjakan shalat. Pada
hari itu salah seorang dari kaum Anshar bernama Malik bin Amr meninggal
dunia. Maka Rasulullah menshalatkannya. Setelah itu beliau keluar
menemui para sahabat dan mereka semua menyesal. Mereka berkata: "Kita
telah memaksa Ra-sulullah untuk keluar. Dan itu tidak pantas kita
lakukan." Maka ketika Rasulullah datang menemui mereka, mereka berkata:
"Wahai Rasulullah, kami telah memaksamu keluar, dan itu tidak pantas
kami lakukan. Jika Anda berkehendak, silakan Anda duduk kembali (tidak
usah keluar dari Madinah), mudah-mudahan Allah memberi shalawat kepada
Anda." Rasulullah bersabda: "Jika seorang nabi telah mengenakan baju
besinya, ia tidak pantas melepasnya sampai dia berperang." Kemudian
Rasulullah berangkat bersama seribu orang sahabat nabi.
Ketika
Rasulullah SAW., bersama para sahabatnya tiba di Asy-Syauth, daerah
antara Madinah dan Uhud, Abdullah bin Ubay bin Salul bersama sepertiga
pengikutnya memisahkan diri dari Rasulullah. Dia berkata: "Ia
(Rasulullah) menuruti pendapat para sahabatnya dan tidak menuruti
pen-dapatku. Wahai manusia, untuk apa kita membunuh diri kita sendiri di
tempat ini?"
Setelah itu Abdullah bin Ubay bin Salul kembali ke
Madinah bersama para pengikutnya, yaitu kaum munafiqin dan orang-orang
yang dihinggapi keraguan. Mereka dikejar oleh Abdullah bin Amr bin
Haram, yang kemudian berkata kepada mereka: "Wahai kaumku, aku ingatkan
kalian kepada Allah. Hendaknya janganlah kalian menelantarkan kaum dan
nabi kalian ketika mereka telah dekat dengan musuh." Mereka menjawab:
"Jika kami tahu kalian akan diperangi, niscaya kami tidak akan
menyerahkan kalian, namun kami mengira perang tidak akan ter-jadi."
Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul dan para pengikutnya bersi-keras
untuk kembali di Madinah, Abdullah bin Amr bin Haram berkata: "Hai
musuh-musuh Allah, semoga Allah menjauhkan kalian dan Dia akan membuat
nabiNya tidak membutuhkan kalian." Sementara itu kaum Anshar berkata:
"Wahai Rasulullah, mengapa kita tidak meminta bantuan kepada
sekutu-sekutu kita dari kaum Yahudi?"
Rasulullah bersabda: "Kita
tidak membutuhkan mereka." Rasulullah terus berjalan hingga singgah di
sebuah jalan menuju gunung Uhud. Beliau menghadapkan unta dan pasukannya
ke arah Uhud seraya bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian
berperang sebelum aku menyu-ruhnya berperang." Sementara orang-orang
Quraisy menghentikan unta dan kuda mereka pada ladang yang berada di
asy-Syamghah, dekat dengan saluran kaum muslimin. Ketika Rasulullah
melarang mereka ber-perang hingga beliau perintahkan, salah seorang dari
kaum Anshar berka-ta: "Pantaskah tanaman-tanaman Bani Qallah dijadikan
padang gembala-an sementara kami tidak diberi bagian?"
Rasulullah
SAW., bersama tujuh ratus orang sahabat bersiap-siap untuk berperang.
Beliau menunjuk Abdullah bin Jubair saudara Bani Amr bin Auf sebagai
komandan pasukan pemanah. Ketika itu Abdullah bin Jubair diberi sandi
kain berwarna putih dan pasukan pemanah berjumlah lima puluh orang.
Rasulullah bersabda kepadanya: "Lindungi kami dari pa-sukan berkuda
orang-orang Quraisy dengan anak panah kalian, agar me-reka tidak
menyerang dari belakang kita. Jika kita menang ataupun kalah tetaplah
engkau di posisimu, agar kita tidak akan diserang dari arah ka-lian!"
Rasulullah merapatkan kedua baju besi beliau dan menyerahkan bendera
kepada Mush'ab bin Umair saudara Bani Abdud Daar. Ketika itu Rasulullah
memberikan izin kepada Samurah bin Jundub al-Fazari dan Rafi' bin
Khudaij saudara Bani Haritsah untuk ikut berperang. Ketika itu keduanya
baru berusia lima belas tahun. Sebelumnya beliau menyuruh keduanya
kembali ke Madinah. Namun dikatakan kepada beliau: "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Rafi' adalah seorang pemanah yang hebat." Maka Rasulullah
pun mengizinkannya ikut berperang. Dikatakan pula kepada beliau: "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Samurah pernah me-ngalahkan Rafi'." Maka
Rasulullah juga mengizinkannya ikut berperang. Selain itu Rasulullah
memulangkan Usamah bin Zaid, Abdullah bin Umar bin al-Katthab, Zaid bin
Tsabit salah seorang dari Bani Malik bin an-Najjar, al-Bara' bin Azib
dari Bani Haritsah, Amr bin Hazm dari Bani Malik bin an-Najjar, dan
Usaid bin Dhuhair dari bani Haritsah, kemudian mengizinkan mereka ikut
serta dalam perang Khandaq pada usia lima belas tahun.
Sementara
itu kaum musyrikin berkekuatan tiga ribu tentara dan dua ratus ekor kuda
yang diletakkan di samping mereka juga melakukan persiapan untuk
berperang. Mereka menunjuk Khalid bin Walid sebagai komandan pasukan
berkuda sayap kanan dan Ikrimah bin Abu Jahal sebagai komandan pasukan
berkuda sayap kiri. Rasulullah SAW., bersabda: "Siapa yang siap
mengambil pedang ini dengan haknya?" Beberapa orang sahabat berdiri
untuk mengambilnya namun Rasulullah tidak menyerahkannya kepada seorang
pun dari mereka. Abu Dujanah Simak bin Kharasyah saudara Bani Saidah
berdiri seraya bertanya: "Apa haknya, wahai Rasulullah?" Beliau
bersabda: "Engkau tebas musuh dengannya hingga pedang ini bengkok." Abu
Dujanah berkata: "Saya siap mengambilnya dengan haknya, wahai
Rasulullah." Maka Rasulullah menyerahkan pedang itu kepadanya. Abu
Dujanah adalah seorang pemberani dan suka berjalan sombong di tengah
peperangan jika telah meletus. Ia membuat tanda ikat kepala berwarna
merah. Jika ia telah mengenakannya, maka orang-orang akan mengetahui
bahwa ia akan berperang. Setelah meng-ambil pedang itu dari tangan
Rasulullah, Abu Dujanah mengeluarkan ikat kepala warna merah, lalu
mengenakannya di kepala dan berjalan som-bong di antara dua barisan.
Ketika melihat Abu Dujanah berjalan dengan sombong Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya gaya jalan seperti itu ada-lah gaya jalan yang dibenci
Allah kecuali di tempat seperti ini."
Sementara itu Abu Sofyan
bin Harb berkata memprovokasi para pe-megang bendera Bani Abdid Daar:
"Wahai Bani Abdid Daar, kalian ditunjuk untuk memegang bendera perang
kita pada perang Badar kemu-dian kita kalah sebagaimana kalian ketahui.
Sesungguhnya pasukan itu didatangi dari arah para pemegang bendera. Jika
para pemegang bendera kalah maka pasukan pun akan kalah. Sekarang
terserah kalian, apakah kalian tetap akan memegang bendera perang atau
kalian akan melepas-kannya, dan untuk itu kami melindungi kalian."
Orang-orang dari Bani Abdid Daar tertarik dengan tawaran Abu Sofyan dan
berjanji kepadanya seraya berkata: "Kami serahkan bendera perang
kepadamu. Besok pagi jika kita bertemu musuh, engkau akan tahu apa yang
kami perbuat." Memang sikap itulah yang diinginkan Abu Sofyan dari
mereka.
Ketika kedua pasukan telah bertemu, Hindun binti Utbah
berdiri bersama kaum wanita lainnya, kemudian mengambil rebana dan
menabuhnya di belakang pasukan kaum musyrikin untuk mengobarkan semangat
mereka.
Hindun binti Utbah pun bersya'ir:
“Wahai Bani Abdud Daar,
Duhai para pembela anak keturunan,
Yang memukul dengan pedang tajam.”
Hindu binti Utbah juga bersya'ir:
“Jika kalian maju, kalian akan kami peluk
Dan kami sediakan bantal kecil untuk bersandar
Namun jika kalian mundur, kami akan berpisah dari kalian dengan perpisahan yang tidak menyenangkan.”
Sedangkan kode kaum muslimin di perang Uhud adalah amit, amit.
Kedua
pasukan pun bertempur hingga perang berkecamuk. Abu Dujanah bertempur
hingga berada di tengah-tengah antara dua pasukan yang sedang berperang.
Ia membunuh siapa saja yang ditemuinya. Di pihak kaum musyrikin
terdapat seorang yang tidak membiarkan seorang pun yang terluka dari
kaum muslimin kecuali dia membunuhnya seka-ligus. Orang musyrik tersebut
mendekati Abu Dujanah. Maka aku pun (az-Zubair bin Awwam -pent) berdoa
kepada Allah, mudah-mudahan Dia mempertemukan keduanya. Ternyata benar,
keduanya pun bertemu dan saling menyerang. Orang musyrik itu memukul Abu
Dujanah, namun perisai kulit melindungi Abu Dujanah dan menahan pedang
orang tersebut. Kemudian Abu Dujanah memukulnya hingga tewas. Setelah
itu Abu Dujanah mengayunkan pedangnya ke atas belahan rambut Hindun
binti Utbah, namun kemudian ia menurunkan pedangnya kembali.
Abu
Dujanah berkata: “Saya melihat manusia menyayati tubuh kor-ban dengan
sayatan-sayatan, maka aku pun menghampirinya dan mengarahkan pedang
kepadanya. Ternyata dia adalah seorang wanita, aku pun menghormati
pedang Rasulullah untuk tidak membunuh dengannya se-orang wanita.”
Sementara
itu Hamzah bin Abdul Muthalib bertempur hingga berha-sil membunuh
Artha'ah bin Abdu Syurahbil bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdiddaar. Ia
adalah salah seorang pembawa berdera kaum musyrikin. Setelah itu Siba'
bin Abdul 'Uzza al-Ghubsyani yang biasa dipanggil Abu Niyar berjalan
melewati Hamzah bin Abdul Muthalib. Hamzah ber-kata: "Kemarilah wahai
anak pemutus kelentit!" Ibu Siba' adalah seorang tukang khitan di
Makkah.
Wahsyi, budak Jubair bin Muth'im berkata: "Demi Allah,
aku lihat Hamzah bin Abdul Muthalib membunuh orang-orang Quraisy dengan
pedangnya dan tidak menyisakan seorang pun. Aku lihat ia seperti unta
yang belang-belang putih dan hitam. Tiba-tiba' Siba' bin Abdul Uzza
lebih cepat kepada Hamzah bin Abdul Muthalib daripadaku. Hamzah berkata:
"Kemarilah!" (Hamzah memanggilnya dengan panggilan yang jelek) Setelah
itu hamzah memukul Siba' bin Abdul Uzza tepat di kepalanya. Aku pun
menggerak-gerakkan tombakku hingga ketika aku merasa telah siap, aku
melempar-kannya ke arah Hamzah bin Abdul Muthalib dan tepat mengenai
bagian bawah perutnya dan tombakku keluar di antara kedua kakinya.
Hamzah bin Abdul Muthalib berusaha berjalan ke arahku namun tidak
sanggup dan akhirnya terjatuh. Aku membiarkannya beberapa waktu, hingga
ketika yakin ia telah mati aku mengambil tombakku dan kembali ke barak.
Aku tidak mempunyai tujuan lain selain membunuh Hamzah bin Abdul
Muthalib karena aku ingin menjadi orang merdeka.
Ketika aku tiba
di Makkah aku langsung dimerdekakan. Selanjutnya aku tetap berdomisili
di Makkah, hingga ketika Rasulullah berhasil menaklukkan Makkah, aku pun
lari ke Thaif dan tinggal di sana. Ketika delegasi Thaif pergi mene-mui
Rasulullah untuk menyatakan masuk Islam tiba-tiba terasa gelap semua
jalan bagiku. Aku berkata pada diriku: "Aku akan pergi ke Syam atau
Yaman atau negara lain." Demi Allah, aku resah karena itu. Namun
tiba-tiba seseorang berkata kepadaku: "Celakalah engkau, demi Allah, dia
(Rasulullah -pent) tidak akan membunuh seseorang yang masuk dalam
agamanya dan bersaksi dengan persaksian yang benar." Mendengar
per-kataan orang itu aku pun ikut bersama orang-orang pergi menemui
Ra-sulullah di Madinah. Tidak ada yang lebih menakutkan diriku kecuali
berdiri di hadapan beliau dan bersaksi dengan persaksian yang benar.
Ketika Rasulullah melihatku, beliau bersabda: "Apakah engkau Wahsyi?"
"Betul, wahai Rasulullah." Jawabku. Selanjutnya beliau bersabda:
"Du-duklah, dan ceritakan kepadaku bagaimana engkau membunuh Hamzah!"
Setelah selesai aku menceritakan peristiwa itu, beliau bersabda: "Celaka
engkau, sembunyikan wajahmu dariku! Aku tidak ingin melihatmu lagi."
Maka aku pun pergi, dan aku berharap semoga Rasulullah tidak melihat-ku
lagi hingga beliau diwafatkan oleh Allah.
Di sisi lain, Mush'ab
bin Umair bertempur melindungi Rasulullah. Ia dibunuh oleh Qami'ah
al-Laitsi karena ia sangka Rasulullah. Setelah membunuh Mush'ab bin
Umair, ia kembali ke Makkah dan berkata: "Aku telah membunuh Muhammad."
Ketika Mush'ab bin Umair gugur, Ra-sulullah menyerahkan berdera kepada
Ali bin Abi Thalib yang kemudian bertempur bersama beberapa orang dari
kaum muslimin. Ketika perang tengah berkecamuk, Rasulullah duduk di
bawah bendera orang-orang Anshar dan menyuruh seseorang untuk menemui
Ali bin Abi Thalib dengan membawa pesan hendaknya Ali bin Abi Thalib
maju dengan membawa bendera perang. Maka ia pun maju sambil berkata:
"Aku adalah Abul Qusham." { pendekar pembawa bencana. Dia mengatakan
seperti itu karena sebagai jawaban terhadap Abu Sa’ad yang mengatakan
“Ana Qashim” (Saya pembawa bencana).}
Abu Sa'ad bin Abi Thalhah,
pembawa bendera kaum musyrikin berseru: "Wahai Abul Qusham, apakah
engkau bersedia perang tanding denganku?" Ali bin Abi Thalib menjawab:
"Ya." Kemudian keduanya melakukan perang tanding di antara barisan kaum
muslimin dan barisan kaum musyrikin. Keduanya saling mengayunkan pedang
dan akhirnya Ali bin Abi Thalib berhasil menebas Abu Sa'ad bin Abi
Thalhah hingga terluka. Selanjutnya Ali bin Abi Thalib pergi dan tidak
membunuhnya. Para sahabat pun bertanya: "Mengapa engkau tidak
membunuhnya seka-ligus?" Ali bin Abi Thalib menjawab: "Ia datang
kepadaku dengan kehor-matannya dan aku merasa iba kepadanya karena
hubungan kekerabatan antara aku dengannya. Dan setelah itu aku tahu
bahwa Allah Ta’ala telah me-matikannya.
Sementara itu Ashim bin
Tsabit bin Abi Aqlah bertempur habis-habisan dan berhasil membunuh
Musafi' bin Thalhah dan saudaranya al-Julas bin Thalhah. Keduanya
terkena anak panah Ashim bin Tsabit. Sebelum menemui ajalnya, salah
seorang dari keduanya menemui ibunya yang bernama Sulafah dan meletakkan
kepala di pangkuannya. Sulafah berkata: "Anakku, siapa yang melukaimu?"
Ia menjawab: "Ketika sese-orang melemparku dengan anak panah, aku
dengar ia berkata: "Ambillah ini, aku anak Abu Abi Aqlah." Sulafah pun
bernadzar jika Allah membe-rinya kesempatan untuk melihat kepala Ashim
bin Tsabit, ia akan menyi-ramnya dengan minuman keras.
Handhalah bin Abu Amir al-Ghasil
(yang dimandikan para malai-kat) bertemu dengan Abu Sofyan bin Harb di
perang Uhud. Ketika Handhalah bin Abi Amir dapat mengatasi perlawanan
Abu Sofyan bin Harb, tiba-tiba Syaddad bin Al-Aswad –anak Syu'ub–
melihatnya lalu memukul Handhalah bin Abi Amir hingga gugur. Rasulullah
SAW., bersabda: "Sungguh sahabat kalian, Handhalah, pasti akan
dimandikan para malai-kat." Ketika para sahabat menanyakan perihal
Handhalah kepada istrinya: "Ada apa dengan Handhalah bin Abi Amir?"
Istrinya menjawab bahwa Handhalah bin Abi Amir keluar dari rumah dalam
keadaan junub ketika mendengar panggilan jihad.
Kemudian Allah
Ta’ala menurunkan pertolongan kepada kaum muslimin dan menepati janjiNya
kepada mereka. Kaum muslimin berhasil membunuh orang-orang musyrik
dengan pedang-pedang mereka dan berhasil membobol pertahanan musuh.
Kekalahan menimpa kaum musy-rikin dan tidak terelakkan.
Az-Zubair
berkata: "Demi Allah, aku lihat gelang kaki Hindun binti Utbah dan
teman-temannya tercecer dan tidak diambil sedikit pun. Tiba-tiba pasukan
pemanah turun ke barak ketika kami berhasil membobol pertahanan musuh
dan membiarkan punggung kami berada di depan pasukan berkuda musuh.
Akhirnya kami diserang oleh pasukan berkuda musuh dari arah belakang,
dan seseorang berseru: "Sesungguhnya Mu-hammad telah terbunuh." Maka
musuh pun berhasil mengalahkan kami setelah sebelumnya kami berhasil
mengalahkan para pemegang bendera mereka hingga tak seorang pun yang
berani mendekat. Bendera Quraisy yang terjatuh kemudian diambil oleh
Amrah binti al-Qamah al-Hari-tsiyah dan diangkatnya tinggi-tinggi kepada
orang-orang Quraisy yang kemudian berkumpul di sekitarnya.
Pertahanan
kaum muslimin jebol, dan mereka diserang oleh musuh. Hari itu adalah
hari ujian dan hari pembersihan. Allah memuliakan kaum muslimin dengan
memberikan kepada mereka kesempatan mati syahid. Karena pertahanan kaum
muslimin telah terbuka, maka musuh berhasil masuk ke tempat Rasulullah
SAW., kemudian melempar beliau dengan batu hingga terjatuh dalam keadaan
miring. Batu tersebut mengenai gigi seri, melukai wajah dan bibir
beliau. Orang yang melempar beliau dengan batu itu adalah Utbah bin Abi
Waqqash. Darah pun mengalir di wajah beliau. beliau mengusapnya seraya
bersabda; 'Bagaimana suatu kaum bisa bahagia, sedang mereka melukai
wajah nabi mereka. Padahal ia mengajak mereka kepada Rabb mereka.”
Kemudian Allah Ta’ala menurunkan ayat:
“Tak
ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah
menerima taubat mereka, atau mengadzab mereka, kare-na sesungguhnya
mereka itu orang-orang yang zhalim.” (Ali Imran: 128)
Abu
Sa’id Al-Khudri RA., berkata bahwa pada perang Uhud, “Utbah bin Abi
Waqqash melempar Rasulullah hingga memecahkan gigi seri sebelah kanan
bagian bawah dan juga melukai bibir beliau. Abdullah bin Syihab az-Zuhri
melukai kening beliau. Ibnu Qami’ah melukai bagian atas pipi yang
menonjol hingga dua buah mata rantai besi masuk ke bagian atas pipi
beliau. Rasulullah terjatuh ke dalam salah satu lubang yang dibuat oleh
Abu Amir agar kaum muslimin terperosok ke dalamnya tanpa mereka sadari.
Kemudian Ali bin Abi Thalib memegang tangan beliau dan Thalhah bin
Ubaidillah mengangkat beliau hingga bisa tegak berdiri. Malik bin Sinan
yakni Abu Sa’id al-Khudri mengusap darah dari wajah beliau dan
menelannya. Kemudian Rasulullah bersabda: “Barang-siapa yang darahnya
menyentuh darahku, niscaya ia tidak akan disentuh api Neraka.”
Ketika
Rasulullah SAW., dikepung oleh orang-orang Quraisy, beliau bersabda:
“Siapa yang siap mengorbankan nyawanya untukku?” Ziyad bin as-Sakan
berdiri bersama lima orang dari kaum Anshar. Mereka bertempur
habis-habisan melindungi Rasulullah hingga satu persatu me-reka gugur
sebagai syuhada. Dan orang yang terakhir gugur dari mereka adalah Ziyad
atau Umarah yang bertempur hingga terluka parah. Ketika dalam keadaan
seperti itu datanglah serombongan kaum muslimin yang akhirnya berhasil
mengusir orang-orang musyrik dari sekitar Rasulullah. Kemudian beliau
bersabda: “Dekatkan ia kepadaku!” Lalu mereka pun mendekatkannya kepada
Rasulullah yang kemudian menjadikan kaki be-liau sebagai bantalnya.
Akhirnya Ziyad bin as-Sakan meninggal sedang pipinya berada di atas kaki
Rasulullah.
Sahabat yang pertama kali melihat Rasulullah SAW.,
setelah kekalahan mereka dan ucapan orang-orang yang mengatakan bahwa
beliau telah gugur adalah Ka’ab bin Malik. Ia berkata: “Aku melihat
kedua mata Rasulullah yang suci bersinar dari bawah perisai kepala.
Kemudian aku berteriak sekeras-kerasnya: ‘Wahai seluruh kaum muslimin,
bergembira-lah kalian. Inilah Rasulullah.’ Rasulullah memberikan isyarat
kepadaku agar aku diam.”
Ketika kaum muslimin mengetahui bahwa Rasulullah masih hidup, serentak
mereka bangkit menuju beliau. Selanjutnya beliau berjalan menuju gunung
Uhud bersama mereka dengan dikawal abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin
Khatthab, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidilah, az-Zubair,
al-Harits bin ash-Shammah, dan beberapa orang dari kaum muslimin. Ketika
Rasulullah mendaki jalan menuju gunung Uhud, beliau berpapasan dengan
Ubay bin Khalaf yang kemudian bertanya kepada beliau: “Hendak pergi
kemanakah engkau, wahai Muhammad? Aku tidak akan selamat jika engkau
selamat.” Para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, pantaskah seseorang
di antara kita bersikap ramah kepadanya?” Beliau bersabda: “Biarkan
dia.”
Ketika Rasulullah SAW., telah dekat dengan Ubay bin Khalaf,
beliau mengambil tombak dari tangan al-Harits bin ash-Shimmah. Sebagian
perawi mengatakan bahwa ketika Rasulullah mengambil tombak tersebut
dari tangan al-Harits bin ash-Shammah, tiba-tiba beliau tergoncang
dengan goncangan yang hebat yang membuat kami berterbangan dari beliau
seperti lalat berterbangan dari punggung unta. Rasulullah maju ke arah
Ubay bin Khalaf lalu menikam lehernya hingga terjatuh berkali-kali.
Dahulu Ubay bin Khalaf pernah berjumpa dengan Rasulullah di Makkah.
Ketika itu ia berkata kepada beliau: “Hai Muhammad, aku memiliki kuda
bernama al-Audz yang aku beri makan dua belas kwintal setiap hari, agar
kelak aku bisa membunuhmu di atas-nya.” Rasulullah bersabda: “Bahkan
akulah yang akan membunuhmu, insya Allah.” Ketika Ubay bin Khalaf
kembali kepada orang-orang Quraisy dengan luka di kehernya yang tidak
terlampau parah dan darah pun telah berhenti, ia berkata: “Demi Allah,
aku telah dibunuh oleh Muhammad.” Orang-orang Quraisy berkata: “Demi
Allah, engkau telah kehilangan nyali. Bukankah engkau masih memiliki
kekuatan?” Ubay bin Khalaf berkata: “Ketika masih di Makkah, Muhammad
pernah berkata kepadaku ‘Aku akan membunuhmu’. Demi Allah, seandainya
dia melu-dahiku, niscaya ia bisa membunuhku dengan ludahnya.” Setelah
itu Ubay bin Khalaf menghembuskan nafasnya yang terakhir, dan
orang-orang Quraisy membawa mayatnya ke Makkah.
Ketika Rasulullah
SAW., tiba di depan jalan menuju gunung Uhud, Ali bin Abi Thalib RA.,
keluar menuju al-Mihras (sebuah tempat di Uhud), untuk mengisi tempat
air. Kemudian Ali membawanya kepada Rasulullah dan beliau minum darinya.
Karena mencium bau yang tidak sedap beliau tidak jadi meminumnya.
Beliau hanya mengusap darah pada wajah beliau dan mengguyurkan air itu
ke kepala, seraya bersabda: “Allah sangat marah kepada orang yang
melukai wajah nabi-Nya.” Rasulullah mendaki bebatuan gunung dalam
keadaan badan yang mulai melemah dan menge-nakan baju besi di depan dan
belakang badannya. Beliau berusaha terus mendaki namun gagal. Kemudian
Thalhah bin Ubaidillah duduk di ba-wah beliau lalu berdiri hingga beliau
bisa berdiri dengan tegak. Rasu-lullah bersabda: “Thalhah pasti masuk
Surga.” Beliau bersabda demikian karena apa yang telah dilakukan Thalhah
terhadap beliau.
Di antara orang yang terbunuh dalam perang Uhud
adalah Mukhairiq. Ia berasal dari Bani Tsa’labah bin al-Fithyaun.
Ketika terjadi perang Uhud, ia berkata: “Wahai orang-orang Yahudi, demi
Allah kalian tidak mengetahui bahwa membantu Muhammad adalah kewajiban
kalian.” Orang-orang Yahudi berkata, “Ini adalah hari Sabtu.” Mukhairiq
berkata: “Tidak ada hari Sabtu bagi kalian.” Setelah itu ia mengambil
pedang dan perbekalan. Ia berkata: “Jika aku mati, hartaku menjadi milik
Muham-mad. Ia boleh menggunakan sekehendaknya.” Kemudian ia berangkat
menuju Rasulullah dan berperang bersama beliau hingga terbunuh.
Rasulullah SAW., bersabda: “Mukhairiq adalah sebaik-baik orang Yahudi."
Abu
Hurairah RA., berkata: “Ceritakan kepadaku orang yang masuk Surga tanpa
pernah mengerjakan shalat sekalipun. Jika orang-orang tidak
mengenalnya, mereka bertanya kepadanya (Abu Hurairah), ia menjawab bahwa
orang tersebut adalah Ushairim, seorang dari Bani Abdul Asyhal, yakni
Amr bin Tsabit bin Waqasy. Al-Hushain berkata: ‘Aku bertanya kepada
Mahmud bin Asad: “Bagaimana perihal keadaan Ushairim?” Dia menjawab:
“Sebelumnya Ushairim tidak menghendaki Islam tersebar di tengah kaumnya.
Namun ketika Rasulullah berangkat ke Uhud, tiba-tiba timbul keinginan
di hatinya untuk masuk Islam. Kemudian ia pun masuk Islam. Setelah itu
ia mengambil pedang dan berangkat ke Uhud hingga tiba di tengah
peperangan. Ia bertempur hingga terluka. Ketika orang-orang dari Bani
Abdul Asyhal mencari korban-korban mereka di perang Uhud, mereka
menemukan Ushairim. Mereka berkata: “Demi Allah ini adalah Ushairim,
mengapa mereka datang kemari? Sungguh kami tinggalkan ia karena ia tidak
mempercayai berita ini.” Maka mereka bertanya kepada Ushairim apa yang
menyebabkan ia datang ke Uhud. Mereka bertanya: “Apa yang mendorongmu
datang kemari, wahai Abu Amr, apakah karena kecintaanmu kepada kaummu
ataukah kecintaanmu kepada Islam?” Ushairim menjawab: “Aku datang karena
kecintaanku kepada Islam. Aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta
masuk Islam. Setelah itu aku mengambil pedang dan menyusul Rasulullah,
lalu bertempur hingga terluka seperti ini.” Tidak lama setelah itu
Ushairim menghembuskan nafas terakhirnya di hadapan mereka. Kemudian
mereka menyampaikan perihal Ushairim kepada Rasulullah dan beliau
bersabda: “Sungguh ia termasuk penghuni Surga.”
Amr bin Al-Jamuh
adalah seorang laki-laki yang pincang. Ia memi-liki empat orang anak
seperti singa yang turut dalam berbagai peperangan bersama Rasulullah.
Di perang Uhud, anak-anaknya bermaksud mela-rangnya ikut berperang
seraya berkata: “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memaafkanmu.” Amr bin
al-Jamuh datang menemui Rasulullah dan berkata: “Anak-anakku bermaksud
melarangku berangkat bersamamu. Demi Allah, aku berharap dapat menginjak
Surga dengan kakiku yang pincang ini.” Rasulullah bersabda: “Adapun
engkau, sungguh Allah telah memaafkanmu dan engkau tidak wajib
berjihad.” Dan beliau bersabda kepada anak-anak Amr bin al-Jamuh:
“Kalian tidak berhak melarang ayah kalian. Mudah-mudahan Allah
memberinya mati syahid.” Setelah itu Amr bin al-Jamuh berangkat jihad
bersama Rasulullah dan gugur sebagai syahid di perang Uhud.
Hindun
binti Utbah dan wanita-wanita Quraisy mencincang-cincang para korban
dari sahabat Rasulullah SAW., serta memotong hidung dan telinga-telinga
mereka. Bahkan Hindun binti Utbah menjadikan hidung dan telinga para
korban itu sebagai kalung dan gelang kaki. Sementara gelang, kalung dan
cincinnya ia berikan kepada Wahsyi, budak Zubair bin Muth’im. Tidak puas
sampai di siti, Hindun binti Utbah membelah hati Hamzah bin Abdul
Muththalib, lalu mengunyah dan hendak mene-lannya namun tidak mampu.
Kemudian ia memuntahkannya.
Al-Hulais bin Zabban saudara Bani
Al-Harits bin Abdi Manat ada-lah pemimpin ahabisy ketika itu. Ia
berjalan melewati Abu Sofyan bin Harb yang sedang memukul tulang rahang
bawah Hamzah bin Abdul Muththalib dengan tombak besi sambil berkata:
“Rasakan ini hai orang durhaka!” Al-Hulais berkata: “Hai orang-orang
Bani Kinanah, inilah perilaku pemimpin Quraisy terhadap anak pamannya.
Tidakkah kalian melihat ia telah mati?”
Abu Sofyan berkata:
“Celakalah engkau, rahasiakan kejadian ini! Karena ini merupakan sebuah
kesalahan.” Ketika Abu Sofyan bin Harb hendak pulang, ia naik ke atas
gunung dan berteriak sekeras-kerasnya: “Aku menang, sesungguhnya
kekalahan telah terbalas, hidup Hubal, jayalah agamamu!”
Lalu
Rasulullah SAW., memerintahkan Umar bin Al-Khatthab RA: “Berdirilah
wahai Umar, jawablah seruan Abu Sofyan dan katakan kepadanya bahwa Allah
lebih tinggi dan lebih mulia. Tidak sama antara korban kami yang masuk
Surga dengan korban kalian yang masuk Neraka. Setelah Umar bin
Al-Khatthab menjawab seruan Abu Sofyan, maka ia berkata: “Kemarilah
engkau hai Umar!” Rasulullah berkata: “Datangilah ia wahai Umar, dan
lihatlah apa yang ia perbuat!”
Umar bin Al-Khatthab pun
mendatangi Abu Sofyan. Abu Sofyan berkata kepadanya: “Aku bersumpah demi
Allah hai Umar, benarkah ka-mi telah membunuh Muhammad?” Umar menjawab:
“Sekali-kali tidak! Beliau sekarang sedang mendengarkan ucapanmu!” Abu
Sofyan berkata: “Engkau lebih jujur dan lebih baik dalam pandanganku
daripada Ibnu Qamiah yang berkata kepada orang-orang Quraisy: “Aku telah
membu-nuh Muhammad!”
Setelah itu Abu Sofyan berteriak: “Di
antara korban-korban kalian ada yang dicincang! Demi Allah aku tidak
rela dan aku juga tidak marah, aku tidak melarang dan tidak menyuruh
perbuatan tersebut!” Ketika Abu Sofyan beserta anak buahnya hendak
kembali ke Makkah, ia berseru: “Sungguh kita akan bertemu lagi di Badar
tahun depan!” Rasulullah ber-sabda kepada seorang sahabat: “Katakan ya!
Dan kita mempunyai per-janjian dengan mereka untuk bertemu!”
Kemudian
beliau mengutus Ali bin Abi Thalib dan berkata kepada-nya: “Pergilah
dan mata-matai orang-orang Quraisy serta lihatlah apa yang mereka
kerjakan dan apa yang mereka inginkan. Jika mereka meletakkan kuda-kuda
mereka di sebelah selatan dan menaiki unta-unta berarti mereka hendak
pulang kembali ke Makkah. Namun jika mereka menaiki kuda-kuda mereka dan
menuntun unta-unta mereka berarti mereka hendak menuju ke Madinah! Demi
Allah yang jiwaku berada di tanganNya! Jika mereka hendak menyerang
Madinah, aku pasti akan kembali ke Madinah dan aku perangi mereka di
dalamnya.”
Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku berjalan menelusuri
jejak orang-orang Quraisy dan melihat apa yang mereka kerjakan. Ternyata
mereka meletakkan kuda-kuda di sebelah selatan mereka dan menaiki
unta-unta mereka dan berjalan kembali ke Makkah.”
Setelah itu
kaum muslimin mengurusi korban-korban mereka. Ra-sulullah bersabda:
“Siapa yang bersedia mewakiliku untuk melihat apa-kah Sa’ad bin ar-Rabi’
masih hidup ataukah ikut terbunuh?” Salah seorang dari kaum Anshar
berkata: “Wahai Rasulullah, aku bersedia me-wakilimu untuk melihat Sa’ad
bin ar-Rabi’. Kemudian sahabat Anshar itu mencarinya lalu mendapatinya
terluka di antara para korban namun ia masih hidup. Sahabat Anshar itu
berkata kepada Sa’ad: “Sesungguhnya Rasulullah memerintahkan aku untuk
melihat apakah engkau masih hidup ataukah turut menjadi korban? Sa’ad
bin Ar-Rabi’ menjawab: “Aku termasuk korban di antara para korban,
sampaikan salamku kepada Rasulullah dan katakan kepadanya bahwa Sa’ad
bin Ar-Rabi’ berkata kepada Anda: Semoga Allah membalas Anda dengan
kebaikan atas jasa Anda sebaik-baik balasan yang Allah berikan kepada
seorang nabi karena umatnya. Dan juga sampaikan salamku kepada kaummu
serta katakan kepada mereka bahwa Sa’ad bin ar-Rabi’ berkata kepada
kalian bahwa kalian tidak memiliki udzur di sisi Allah apabila
Rasulullah terlepas dari perlindungan kalian sementara di antara kalian
masih ada yang hidup.”
Sahabat Anshar itu berkata: “Tidak lama
setelah itu ia pun meng-hembuskan nafas terakhir. Kemudian aku menemui
Rasulullah dan men-ceritakan perihal Sa’ad bin ar-Rabi’ kepada beliau.
Kemudian
setelah itu Rasulullah keluar untuk mencari Hamzah bin Abdul
Muththalib. Beliau menemukannya di dasar lembah dalam keada-an perut
terbelah dan hatinya dicincang-cincang, hidung dan telinganya
dipotong-potong. Setelah melihat Hamzah, beliau bersabda: “Kalaulah
sekiranya tidak membuat Shafiyah bersedih dan menjadi sunnah
sepe-ninggalku, niscaya aku biarkan jenazah Hamzah bin Abdul Muthathalib
hingga menjadi santapan binatang-binatang buas dan burung-burung. Jika
Allah memberi kemenangan kepadaku atas kaum Quraisy, aku pasti akan
mencincang-cincang tiga puluh korban dari mereka.”
Ketika kaum
muslimin melihat duka Rasulullah dan kemarahan beliau atas perbuatan
orang-orang Quraisy atas paman beliau, mereka berkata: “Apabila Allah
memberi kemenangan atas mereka pada satu hari nanti, kita pasti akan
mencincang-cincang mereka dengan pencincangan yang tidak pernah
dikerjakan oleh seorang Arab pun sebelumnya. Ibnu Abbas meriwayatkan
bahwa Allah menurunkan ayat berikut menanggapi ucapan Rasulullah dan
ucapan para sahabatnya:
“Dan jika kamu memberikan balasan,
maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan
kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih
baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan
tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan
janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah
kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (an-Nahl: 126-127)
Akhirnya Rasulullah memaafkan orang-orang yang menyincang Hamzah dan melarang melakukan penyincangan.
Rasulullah
memerintahkan agar jenazah Hamzah bin Abdul Muth-thalib ditutup dengan
kain burdah kemudian dishalati. Beliau bertakbir sebanyak tujuh kali.
Setelah itu jenazah-jenazah yang lainnya diletakkan di samping jenazah
Hamzah bin Abdul Muththalib kemudian dishalati, hingga akhirnya jenazah
Hamzah bin Abdul Muththalib dishalati bersama mereka sebanyak tujuh
puluh dua kali.
Shafiyan binti Abdul Muththalib datang untuk
melihat Hamzah bin Abdul Muththalib, saudara kandungnya. Rasulullah
bersabda kepada az-Zubair bin Awwam, putra Shafiyah: “Temui ibumu dan
suruh agar ia pulang hingga tidak menyaksikan apa yang menimpa
saudaranya.” az-Zubair berkata kepada ibunya: “Ibu, sesungguhnya
Rasulullah menyuruh-mu pulang.” Shafiyah bertanya: “Mengapa Rasulullah
menyuruhku pu-lang, sedang aku mendengar berita bahwa saudaraku
dicincang-cincang, dan itu terjadi di jalan Allah? Tidak ada yang lebih
melegakan dari hal itu. Aku pasti mengharap pahala dari-Nya dan mampu
bersabar, insya Allah.” Az-Zubair menemui Rasulullah dan menceritakan
perihal ibunya. Kemudian beliau bersabda: “Biarkan dia!” Shafiyah pun
melihat jenazah Hamzah bin Abdul Muththalib dan ber-istirja’ (mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un),
dan memintakan ampunan baginya. Setelah itu Rasulullah memerintahkan
agar jenazah Hamzah bi Abdul Muththalib dimakamkan. Pada mulanya
beberapa orang dari kaum muslimin ingin membawa korban mereka ke Madinah
dan dimakamkan di sana. Namun Rasulullah melarangnya, dan bersabda:
“Makamkan mereka di tempat mereka gugur.”
Diriwayatkan dari
Abdullah bin Tsa’labah bahwa ketika Rasulullah berdiri di hadapan para
korban perang Uhud, beliau bersabda: “Aku menjadi saksi atas mereka.
Sesungguhnya seseorang yang terluka di jalan Allah, dia akan
dibangkitkan dalam keadaan lukanya berdarah, warnanya warna darah dan
aromanya laksana kesturi. Lihatlah siapa di antara mere-ka yang paling
banyak hafal al-Qur’an, dan letakkan ia di depan sahabat-sahabatnya di
tempat pemakaman.” Para sahabat memakamkan dua atau tiga orang dalam
satu liang.
Kemudian Rasulullah kembali ke Madinah. Beliau
berjumpa dengan Hamnah bintu Jahsy. Ketika Hamnah berjumpa dengan para
sahabat dan dikabarkan kepadanya tentang kesyahidan saudaranya Abdullah
bin Jahsy, ia pun ber-istirja’ dan memintakan ampunan baginya.
Demikian juga ketika dikabarkan kepadanya kesyahidan pamannya, Hamzah
bin Addul Muththalib, ia ber-istirja’ dan memohonkan ampunan
baginya. Namun ketika dikabarkan kepadanya kesyahidan suaminya, Mush’ab
bin Umair, ia berteriak dan mengucapkan kata-kata ratapan. Rasulullah
SAW., bersada: “Sesungguhnya seorang suami memiliki kedudukan tersendiri
di hati istrinya.” Karena beliau melihat Hamnah bisa bersabar atas
kesya-hidan saudara dan pamannya, namun meratap atas kesyahidan
suaminya.
Selanjutnya Rasulullah berjalan melewati pemukiman kaum
Anshar, yakni pemukiman Bani Abdul Asyhal dan pemukiman Dzafar. Beliau
mendengar tangis dan ratapan atas korban-korban mereka. Air mata beliau
pun tak terbendung lagi. Setelah itu Rasulullah bersabda: “Namun Hamzah,
tidak ada yang menangisinya.” Ketika Sa’ad bin Muadz dan Usaid bin
Hudhair kembali ke pemukiman Bani Abdul Asyhal, keduanya memerintahkan
para wanita Bani Abdul Asyhal mengenakan ikat pinggang dan pergi
menangisi Hamzah bin Abdul Muththalib. Ketika Rasulullah mendengar
tangis para wanita itu atas Hamzah bin Abdul Muthalib, beliau keluar
menemui mereka di pintu masjid beliau, dan bersabda: “Kembalilah kalian,
mudah-mudahan Allah merahmati kalian. Sungguh kalian telah menyamakan
Hamzah sebagaimana korban-korban kalian.”
Rasulullah juga
berjalan melewati seorang wanita Bani Dinar yang kehilangan suami,
saudara dan ayahnya di perang Uhud. Ketika kabar itu disampaikan
kepadanya, ia berkata: “Bagaimana dengan kabar Rasu-lullah?” Para
sahabat menjawab: “Beliau baik-baik saja, wahai ibu Fulan. Alhamdulillah
beliau sebagaimana yang engkau harapkan.” Wanita itu berkata:
“Tunjukkan Rasulullah supaya aku bisa melihat beliau.” Kemu-dian ia
dibawa menghadap Rasulullah. Setelah melihat beliau, ia berkata: “Segala
musibah setelahmu adalah kecil artinya.”
Setibanya di rumah
Rasulullah menyerahkan pedang beliau kepada Fathimah, putri beliau,
seraya bersabda: “Cucilah darah dari pedang ini! Demi Allah ia telah
jujur kepadaku hari ini.” Ali bin Abi Thalib juga me-nyerahkan pedangnya
kepada Fathimah sambil berkata; “Tolong bersih-kan juga pedangku ini!
Sungguh ia telah jujur kepadaku hari ini.” Rasu-lullah bersabda: “Jika
engkau berperang dengan jujur, sungguh Sahl bin Hunaif dan Abu Dujanah
juga jujur bersamamu.”
Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu
tanggal lima belas bulan Sya-wal. Keesokan harinya tanggal enam belas,
penyeru Rasulullah memberi kepada kaum muslimin untuk mengejar musuh dan
bahwasanya yang diperintahkan untuk keluar adalah mereka yang keluar
bersama kami kemarin di perang Uhud. Jabir bin Abdullah bin Amr bin
Haram berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, ayahku menyuruhku
untuk men-jaga tujuh orang saudara perempuanku dan ia berkata kepadaku:
“Anak-ku, tidak selayaknya kita meninggalkan ketujuh saudaramu tanpa ada
seorang laki-laki pun bersama mereka. Dan aku tidak ingin
menganak-emaskanmu daripada diriku dengan ikut berjihad bersama
Rasulullah. Karena itu tinggallah engkau bersama ketujuh orang saudara
perempuan-mu. Maka aku pun tinggal bersama ketujuh saudaraku.” Akhirnya
Rasulullah mengizinkannya pergi bersama beliau. Beliau bersama para
saha-bat mengejar musuh untuk menakut-nakuti mereka, agar mereka
berke-simpulan bahwa beliau masih memiliki kekuatan dan apa yang menimpa
para sahabat tidak melemahkan semangat mereka. Rasulullah beserta para
sahabat berjalan hingga tiba di Hamraul Asad yang berjarak delapan mil
dari Madinah. Beliau tinggal di Hamraul Asad pada hari Selasa, Rabu dan
Kamis, kemudian kembali ke Madinah.
Ma’bad bin Abi Ma’bad dari
Al-Khuza’i berjalan melewati Rasu-lullah. Ketika itu Khuza’ah, berikut
penduduknya baik yang muslim mau-pun kafir merupakan tempat
persembunyian Rasulullah. Beliau mem-punyai perjanjian dengan mereka
bahwa mereka tidak akan menyembu-nyikan segala sesuatu yang terjadi di
sana. Ketika itu, Ma’bad bin Abi Ma’bad masih musyrik. Ia berkata:
“Wahai Muhammad, demi Allah ka-mi turut bersedih atas apa yang menimpa
sahabat-sahabatmu. Dan kami berharap semoga Allah menyelamatkanmu di
tengah-tengah mereka.” Setelah itu ia pergi –sementara Rasulullah tetap
tinggal di Hamra’ul Asad– sampai dia bertemu dengan Abu Sofyan bin Harb
beserta anak buahnya di Rauha’ (sebuah desa yang terletak sejauh
perjalanan dua malam dari Madinah) yang bermaksud balik menghadapi
Rasulullah dan para sahabatnya. Mereka berkata: “Kita telah mengalahkan
sahabat-sahabat Muhammad, para tokoh dan pemimpin mereka. Mengapa
kemu-dian kita pulang tanpa membasmi mereka hingga habis?” Kita pasti
akan kembali dan menghabisi mereka.”
Ketika melihat Ma’bad bin
Abi Ma’-bad, Abu Sofyan berkata: “Berita apa yang engkau bawa wahai
Ma’bad?” Ma’bad menjawab: “Muhammad mengejar kalian bersama
sahabat-saha-batnya yang belum pernah aku lihat sebelumnya karena marah
kepada kalian. Sahabat-sahabatnya yang tidak ikut serta dalam perang
Uhud, semua bergabung dengannya dan menyesal tidak turut berperang.
Mereka sangat marah kepada kalian dan aku tidak pernah melihat kemarahan
seperti itu sebelumnya.” Abu Sofyan berkata: “Celaka engkau, apa yang
engkau katakan ini?” Ma’bad berkata: “Demi Allah, aku berpendapat
hendaknya engkau kembali hingga engkau melihat kepala kuda mening-gi.”
Abu Sofyan berkata: “Demi Allah kami telah bersepakat untuk kem-bali ke
tempat mereka dan menghabisi sisa-sisa mereka.” Ma’bad berka-ta: “Aku
sarankan agar engkau tidak melakukannya. Demi Allah, sung-guh apa yang
aku lihat membuat aku melantunkan sya’ir-sya’ir tentang mereka.” Abu
Sofyan berkata: “Bagaimana sya’ir yang engkau lantun-kan?” Ma’bad
menjawab: “Aku katakan:
“Hewan tungganganku nyaris tumbang karena suara-suara
Ketika bumi mengalir dengan kuda-kuda yang pendek rambutnya berkelompok-kelompok
Kuda-kuda itu lari dengan singa-singa mulia yang tidak pernah kehilangan nyali di medan pertempuran
Tidak satu pun orang tanpa senjata yang mampu bertahan di atas pelana kuda
Aku terus berlari karena aku sangka bumi telah leleh
Ketika mereka naik kepada kita dengan pemimpin yang pantang mundur
Aku katakan: ‘Celakalah anah Harb jika bertemu dengan kalian
Jika bumi bergetar dengan sekelompok manusia
Aku ingatkan penduduk tanah suci secara terbuka
Bagi setiap orang yang masih memiliki akal
Dari pasukan Ahmad yang tidak ada di dalamnya orang kelas gembel
Apa yang kukatakan ini bukanlah omong kosong.”
Syair-syair itu menggoyahkan keinginan Abu Sofyan beserta anak buahnya untuk kembali ke Madinah.
Ketika
serombongan musafir dari Bani Abdul Qais berjalan mele-wati Abu Sofyan
bin Harb, ia pun bertanya kepada mereka: “Hendak per-gi ke mana kalian?’
Mereka menjawab: “Ke Madinah.” Abu Sofyan ber-kata: “Untuk apa kalian
pergi ke Madinah?” Mereka menjawab: “Kami hendak pergi ke al-Mirah.” Abu
Sofyan berkata: “Maukah kalian me-nyampaikan suratku kepada Muhammad?
Jika kalian bersedia, aku akan memikulkan anggur ini ke pasar Ukadz
besok pagi.” Mereka menjawab: “Ya.” Abu Sofyan berkata: “Jika kalian
setuju, sampaikan kepada Mu-hammad bahwa kami telah bersepakat untuk
balik kepadanya dan para sahabatnya untuk membasmi seluruh sisa-sisa
mereka.” Ketika rombong-an musafir itu berjumpa dengan Rasulullah SAW.,
di Hamra’ul Asad dan me-nyampaikan apa yang dikatakan Abu Sofyan bin
Harb beserta anak buah-nya, beliau bersabda; “Cukuplah Allah bagi kita
dan Dia adalah sebaik-baik pemelihara.”
Sebelum kembali ke
Madinah Rasulullah menangkap Muawiyah bin al-Mughirah dan Abu Izzah
al-Jumahi. Rasulullah pernah menawan Abu Izzah al-Jumahi pada perang
Badar, namun kemudian membebas-kannya. Ia berkata; “Wahai Rasulullah,
bebaskan aku!’ Rasulullah SAW., bersabda: “Tidak, demi Allah, engkau
tidak akan bisa lagi membasuh kedua sisi badanmu di Makkah, dan tidak
lagi bisa bekata: ‘Aku telah menipu Muhammad dua kali. Penggal lehernya
wahai Zubair!” Maka Zubair pun memenggal leher Abu Izzah al-Jumahi.
Selanjutnya
Rasulullah kembali ke Madinah. Ketika itu Abdullah bin Ubay bin Salul
memiliki tempat berdiri di setiap hari Jum’at, dan tidak seorang pun
yang mengingkari kemuliaannya di tengah kaumnya. Ia memang seorang yang
berkedudukan di tengah mereka. Jika Rasulullah duduk dari khutbah
Jum’at, Abdullah bin Ubay bin Salul berdiri dan berkata: “Wahai manusia,
inilah Rasulullah di tengah-tengah kalian. Dengannya Allah memuliakan
dan memenangkan kalian. Oleh karena itu tolong dan bantulah ia, dengar
dan taatlah kepadanya!” Kemudian ia duduk. Setelah ia membuat ulah di
Perang Uhud dan kaum muslimin kembali dari Perang Uhud, ia melakukan hal
yang serupa. Namun kaum muslimin menarik bajunya dari segala sisi dan
berkata kepadanya: “Duduklah hai musuh Allah! Demi Allah engkau tidak
layak berbuat seperti itu lagi. Engkau telah berbuat durhaka sebelum
ini.” Abdullah bin Ubay bin Salul berjalan di tengah-tengah manusa
sambil berkata: “Demi Allah, aku berkata tentang suatu perkara yang
besar ketika aku berdiri mengatakan urusannya (Rasulullah SAW.,).” Salah
seorang dari kaum Anshar bertemu dengan Abdullah bin Ubay bin Salul di
pintu masjid, kemudian berkata: “Celakalah Engkau, apa yang terjadi
dengan dirimu?’ Ia menjawab: “Aku berdiri menguatkan urusannya, kemudian
salah seorang dari sahabatnya meloncat ke arahku, ia menarik bajuku dan
berbuat kasar kepadaku, seakan-akan aku melakukan kejahatan yang
besar.” Sahabat Anshar itu berkata: “Celaka engkau, mintalah kepada
Rasulullah agar memintakan ampunan untukmu.” Abdullah bin Ubay bin Salul
menjawab: ‘Demi Allah, aku tidak butuh dia memintakan ampunan untukku.”
Ibnu
Ishaq berkata: “Perang Uhud adalah ujian dan pembersihan. Dengannya
Allah menguji kaum mukminin dan membongkar kedok orang-orang munafik
yang menampakkan keimanan dengan lisan namun menyembunyikan kekafiran di
hati mereka. Dan hari dimana Allah Ta’ala memuliakan para wali-Nya yang
Dia kehendaki gugur sebagai syuhada’
Kisah Perang Uhud
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Terima kasih atas artikelnya.
BalasHapuso iya selama saya jelajah mencari ilmu tentang blogging, menurut saya anda memiliki kelebihan tersendiri dari situs-situs lain dan jujur potensi anda juga sangat bagus, banyak juga ilmu yang saya pelajari disini jika ada waktu saya akan berkunjung lagi.
#Semoga sehat selalu :D
KAMI SEKELUARGA TAK LUPA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH S,W,T
Hapusdan terima kasih banyak kepada AKI atas nomor togel.nya yang AKI
berikan 4 angka [7135] alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI.
dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu AKI. insya
allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan AKI..
sekali lagi makasih banyak ya AKI… bagi saudara yang suka main togel
yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi KI JAYA WARSITO,,di no (((085-342-064-735)))
insya allah anda bisa seperti saya…menang togel 770 JUTA , wassalam.
dijamin 100% jebol saya sudah buktikan...sendiri....
Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini !!!!
1"Dikejar-kejar hutang
2"Selaluh kalah dalam bermain togel
3"Barang berharga anda udah habis terjual Buat judi togel
4"Anda udah kemana-mana tapi tidak menghasilkan solusi yg tepat
5"Udah banyak Dukun togel yang kamu tempati minta angka jitunya
tapi tidak ada satupun yang berhasil..
Solusi yang tepat jangan anda putus asah... KI JAYA WARSITO akan membantu
anda semua dengan Angka ritual/GHOIB:
butuh angka togel 2D ,3D, 4D SGP / HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin
100% jebol
Apabila ada waktu
silahkan Hub: KI JAYA WARSITO DI NO: [[[085-342-064-735]]]
ANGKA RITUAL: TOTO/MAGNUM 4D/5D/6D
ANGKA RITUAL: HONGKONG 2D/3D/4D/
ANGKA RITUAL; KUDA LARI 2D/3D/4D/
ANGKA RITUAL; SINGAPUR 2D/3D/4D/
ANGKA RITUAL; TAIWAN,THAILAND
ANGKA RITUAL: SIDNEY 2D/3D/4D
DAN PESUGIHAN TUYUL
wahh,,
BalasHapusmata ku udah mau hncur nih cuma baca artikel nya,,
tp enak jg lho,,
jd tmbah pngalaman saya,,
makasih ea gan,,
Menurutku, kisah ini sangat menambah pengetahuanku tentang Islam.
BalasHapusmantap nih gan buat infonya
BalasHapusjazakllah.... ijin copy untuk tugas halaqah
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusterimakasih artikelnya ...
BalasHapusizin copy yah gann,,,
tidak ketinggalan sumbernya ane share juga ....
terimakasih ^_^
izin copy yah
BalasHapusmenarik euy.. kebetulan lg cari materi ini
BalasHapusijin copy y
BalasHapusradhiyallaahu 'anhum ajma'iin
BalasHapusmohon ijin copy - Terima kasih
BalasHapusmakasih, artikel nya :)
BalasHapus