Muhammad al-Munqadir terkenal akan kehidupan membujangnya yang sangat
lama. Bukan apa-apa, ia sangat miskin. Ia tidak memiliki harta untuk
membayar mahar pernikahannya.
Bayangkan, ia hanya memiliki pakaian yang melekat di badannya dan
sebuah tempat tidur yang usang. Tetapi, ia ridha dan menjalaninya
sebagai ujian dari Allah swt. “Terima kasih, ya Allah. Aku masih selalu
diberi kesehatan yang membuatku bisa terus-menerus beribadah dan
bermunajat kepada-Mu,” doa Muhammad al-Munqadir suatu kali.
Hamba Allah yang masih mempunyai kekerabatan dengan Abu bakar
ash-Shiddiq ini adalah orang yang sangat dekat dengan Allah swt. Tapi,
tampaknya tak seorang pun yang tahu bagaimana gerangan kedekatan lelaki
tersebut.
Suatu hari, karena kelaparan yang sangat, ia datang ke rumah Aisyah
binti Abu Bakar. Ia berharap Aisyah dapat memberinya sedikit makanan
untuk mengganjal perutnya yang sudah meronta-ronta.
Namun, alangkah sedihnya beliau ketika Aisyah mengatakan bahwa ia pun
tidak mempunyai apapun untuk diberikan. “Wahai Muhammad, aku pun hidup
di dalam keadaan serba kekurangan. Andaikata aku mempunyai uang 10.000
dinar sekarang, niscaya akan kuberikan kepadamu,” ujar Aisyah.
Dengan lunglai Muhammad al-Munqadir pun pergi. Ia mafhum bahwa Aisyah
pun hidup tidak lebih sulit daripadanya. Atas takdir Allah swt.,
tiba-tiba datang utusan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan kepada Aisyah.
Ia membawa 10.000 dinar titipan Khalifah dan menyerahkannya kepada
Aisyah sebagai hadiah. Aisyah terus-terang merasa takjub atas hal ini.
“Alhamdulillah, alangkah cepatnya apa yang aku angan-angankan. Ini sudah
dikabulkan Allah.”
Sebagaimana yang ia ucapkan tadi, Aisyah segera mengutus orang untuk
mencari Muhammad al-Munqadir. Alangkah gembiranya Muhammad al-Munqadir
ketika mendapat uang sebanyak itu. Tidak hanya cukup untuk mengganjal
rasa laparnya, di kemudian hari, ia menggunakan pemberian Aisyah itu
untuk menikahi seorang budak wanita yang dibelinya. Maka, berakhirlah
kehidupan membujang Muhammad al-Munqadir yang sangat lama itu.
Oleh Allah swt, mereka dikarunia tiga orang anak laki-laki. Ketiganya
diberi nama Muhammad, Abu bakar dan Umar. Waktu pun berlalu, ketiga
anak lelaki itu tumbuh menjadi pemuda-pemuda yang sangat gagah berani
dan tidak berbeda dengan ayahnya.
Pada suatu malam, Muhammad al-Munqadir mengurung dirinya di dalam
bilik bersendirian. Tidak ada yang tahu apa gerangan yang dilakukannya
saat itu. Keluarganya telah terbiasa melihat Muhammad seperti itu.
Mereka mengira, paling Muhammad al-Munqadir menyendiri untuk beribadat,
mendekatkan diri kepada Allah swt.
Setelah beberapa lama, terdengar suara menangis dan meraung sangat
kuat dari dalam bilik itu. Tentu suara Muhammad al-Munqadir. Tetapi
kenapa, dan apa yang menyebabkannya? Muhammad menangis sangat keras dan
tanpa henti sehingga keluarganya merasa cemas. Akhirnya mereka
memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Ketika masuk, tidak ada
siapa-siapa lagi di tempat itu selain Muhammad al-Munqadir.
Mereka bertanya kepadanya mengapa dia menangis. Tetapi, tidak ada
jawaban. Malah tangisannya bertambah kuat sehingga mereka menyangka dia
sedang mendapat suatu musibah. Akhirnya mereka memanggil seorang sahabat
yang bernama Abu Hazim.
Setelah mendapat izin, maka Abu Hazim pun masuk dan bertanya, “Wahai Muhammad, apa yang menyebabkan engkau menangis?”
Alih-alih menjawab, tangis Muhammad semakin menjadi-jadi, walau suaranya sudah tidak terlalu keras.
Abu Hazim sampai harus berkali-kali menanyainya dan berusaha menyabarkan dirinya sendiri.
Akhirnya, mau juga Muhammad al-Munqadir menjawab. “Aku menangis
karena takut setelah membaca ayat Alquran yang berbunyi, Dan telah nyata
kepada mereka azab yang mereka tidak pernah pikirkan.”
Mendengar hal itu, Abu Hazim ikut menangis bersamanya sehingga mereka
yang menunggu di luar menegur Abu Hazim mengapa pula dia yang menangis,
padahal dia dipanggil untuk menenteramkan hati Muhammad al-Munqadir.
Abu Hazim memberitahu mereka tentang sesuatu yang menyebabkan mereka
menangis.
Menurut anak-anaknya beberapa tahun setelah itu, setiap kali membaca
ayat-ayat Alquran, Muhammad al-Munqadir semakin sering menangis hingga
kedua matanya buta. Menjelang hari kematiannya, wajah Muhammad
al-Munqadir tampak gelisah. Ketika ditanya, “Mengapa kamu kelihatan
gelisah?”
Sekali lagi jawabannya tetap sama, “Aku takut pada ayat Alquran yang
bunyinya, Dan telah jelas nyata kepada mereka azab yang mereka tidak
pernah pikirkan.” Sambungnya lagi, “Aku takut siksaan Allah yang tidak
pernah aku perkirakan sebelumnya.”
Ketika ajalnya sudah hampir tiba, Muhammad al-Munqadir kelihatan
tenang sehingga sahabatnya telah melihat wajah Muhammad ketika itu
bersinar seperti bulan purnama. Muhammad al-Munqadir sempat berkata pada
hadirin dengan suara yang tersekat-sekat, “Andai engkau dapat melihat
tempatku seperti yang aku lihat sekarang, niscaya kamu akan senang dan
tersenyum.” Kemudian dia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir pada
tahun 131 hijrah.
- 10 Wasiat Imam Hasan Al Banna
- Menolak ‘Zulaikha’ Sejantan Yusuf
- Untukmu Yang Tak Sabar
- Kisah Perang Uhud
- Kisah Wanita Pemungut Sampah yang DiSholatkan oleh Rasulullah SAW
- Rasulullah SAW Takut Terhadap Kekayaan Dunia yang Melimpah
- Kisah Nabi Ibrahim a.s dan Empat Ekor Burung
- Doanya Tertolak Selama Empat Bulan Karena Sebutir Kurma
- Doa Anak-Anak Gaza di Pagi Hari
- Kisah Ini Membuatku Menghapus Sosok Pangeran Kaya
- Abdurrahman Tidak Mau Menjual Agamanya Dengan Dunia
- Armada Penakluk Lautan Di Era Kejayaan Islam
- Pesan Rasulullah SAW kepada Pasukan Jihad
- Mukjizat Nabi Musa
- Mengenang Sejarah Ka’bah
- Kisah Rasulullah SAW dan Delapan Dirham Penuh Berkah
- Utsman bin Affan r.a Datang Kepada Nabi SAW dengan Membawa Seribu Dinar
- Pemilik Betis Terberat di Yaumil Hisab
- Saya Tidak Takut Anak Perempuanku Menjadi Fakir Miskin
- Imam Abu Hatim Ar Razi Menjual Bajunya Agar Dapat Menuntut Ilmu
- Kisah Ini Membuatku Menghapus Sosok Pangeran Kaya
- Nasihat Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra
- Umur 12 tahun Imam Ibnu Hajar menjadi imam shalat Tarawih di Masjidil Haram
- Menengok Kembali Kepemimpinan Umar bin Khattab r.a
0 Komentar Dari Saudara:
Posting Komentar